Tepatnya 10 April 1998, seluruh media terpusat perhatiannya pada suatu gelombang gerakan yang menginginkan suatu perubahan dikarenakan situasi dan kondisi saat itu memang harus segera ada perubahan yang mendasar dalam bangsa ini. Semua heran dan terkejut melihat gelombang gerakan yang cukup dramatis tersebut, ketika menyaksikan sekitar 20.000 massa mahasiswa dan kaum muda berduyun-duyun dan berkumpul di Masjid Al-Azhar, justru pada saat, ketika seluruh aksi demonstrasi 1998 yang dimotori oleh elemen mahasiswa dan organisasi pergerakan sosial masih berpusar di dalam kampus sebagai wilayah yang aman dan terlindungi oleh kebebasan dan eksklusifitas akademis. Keterkejutan masyarakat terus-menerus muncul, ketika organisasi pengumpul massa besar itu, kemudian secara massif melakukan aksi “yang terus-menerus ada” di berbagai kota, dan mengalami puncak histeria ketika organisasi itu, menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jabotabek, untuk mengikuti Aksi Sejuta Ummat di Monas pada hari Kebangkitan Indonesia di Jakarta pada 20 Mei 1998. Walaupun aksi ini kemudian mengalami kegagalan (yang sengaja digagalkan oleh para inisiator Aksi pada tengah malam, setelah mereka melihat kondisi Jakarta yang sangat mungkin sekali untuk mengalami kerusuhan dan dikhawatirkan banyak korban yang berjatuhan pada esok hari), tapi cukup efektif untuk menjadi terapi shock bagi penguasa saat itu, yang akhirnya menurunkan Soeharto, pada keesokan harinya.
Wednesday, October 24, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

No comments:
Post a Comment